Senin, 07 Desember 2020

HIBBAT ZION

 

 

MISI KONTEMPORER DALAM HIBBAT ZION

Refleksi Kerinduan akan Sion berdasarkan Mazmur 137

 

ABSTRAK

Walaupun Zionisme telah ditentang habis oleh para musuh Israel di seluruh dunia, tetapi bukti sejarah telah berbicara langsung kepada kita bahwa kehidupan Israel di panggung sejarah Palestina bukan khayalan atau mimpi sesaat, justru sebuah gerakan besar yang disebut hibbat zion telah mempersatukan bangsa itu di seluruh dunia  dan wujudnya adalah terbentuknya negara Israel yang menjadi perwujudan cita-cita ratusan bahkan ribuan tahun.  Tepatnya pada tanggal 14 Mei tahun 1948 berdirilah negara Israel di atas bumi Palestina. Perhatian besar terhadap gerakan misioner yang telah mempersatukan bangsa ini, menjadi sorotan teologis dalam tulisan ini, mengingat misi bagaikan aliran air kehidupan yang tidak pernah berhenti hingga lembaran sejarah ditutup oleh Yang Mahakuasa. Penelusuran akan akar dan eksistensi dari jiwa hibbat Zion  dimulai pada Mazmur pasal 137 dan relefansinya bagi konteks hidup umat Kristiani di Indonesia.

Kata kunci : hibbat Zion, misioner  kontemporer

Di tepi sungai-sungai Babel, di sanalah kita duduk sambil menangis, apabila kita mengingat Sion. Pada pohon-pohon gandarusa di tempat itu kita menggantungkan kecapi kita. Sebab di sanalah orang-orang yang menawan kita meminta kepada kita memperdengarkan nyanyian, dan orang-orang yang menyiksa kita meminta nyanyian sukacita: "Nyanyikanlah bagi kami nyanyian dari Sion!" Bagaimanakah kita menyanyikan nyanyian TUHAN di negeri asing? Jika aku melupakan engkau, hai Yerusalem, biarlah menjadi kering tangan kananku! Biarlah lidahku melekat pada langit-langitku, jika aku tidak mengingat engkau, jika aku tidak jadikan Yerusalem puncak sukacitaku! Ingatlah, ya TUHAN, kepada bani Edom, yang pada hari pemusnahan Yerusalem mengatakan: "Runtuhkan, runtuhkan sampai ke dasarnya!"Hai puteri Babel, yang suka melakukan kekerasan, berbahagialah orang yang membalas kepadamu perbuatan-perbuatan yang kaulakukan kepada kami! Berbahagialah orang yang menangkap dan memecahkan anak-anakmu pada bukit batu! (Maz. 137)

Hibbat Zion  dalam bahasa Ibrani artinya “Cinta Zion” merupakan suatu ideologi dan gerakan yang bertujuan mewujudkan kebangkitan nasional bangsa Yahudi dan mendirikan negara Israel di Palestina. Gerakan ini menggali sebagian besar ideologinya pada nilai-nilai dasar tradisi Yahudi yang muncul dalam situasi dikucilkan, dan rindu untuk datangnya masa pembebasan, dan juga terdapat ikatan emosional keagamaan dan spiritual dengan tanah Palestina[1]. Ideologi dan gerakan Hibbat Zion ini lahir dari pengalaman pahit bangsa Yahudi di seluruh dunia yang terpencar-pencar akibat penguasaan raja Babel, raja Persia, dan Kekaisaran Rumawi atas mereka selama periode ratusan bahkan ribuan tahun. Adalah menarik bahwa sejarah Israel tidak dapat lenyap begitu saja dari panggung sejarah dunia ini, tetapi selalu saja bangkit lagi, dan menjadi suatu keajaiban khusus karena bangsa ini tidak lenyap begitu saja oleh keganasan imperialisme negara-negara yang menaklukan mereka, mungkin ada faktor lain yang perlu ditelusuri hingga pada akar sejarah. Dengan menelusuri kandungan filosofi Hibbat Zion penulis yakin sebagaian dari rahasia tersebut dapat diungkapkan kepada kita.

Menempatkan Hibbat Zion dalam kerangka Misi membutuhkan penjelasan ringkas mengenai sejarah kehidupan bangsa Yahudi yang telah dibagi oleh Prof. Garry M. Burge dalam bukunya berjudul Palestina Milik Siapa? mendeskripsikan 3 periode dalam sejarah Israel sebagai berikut :

  1. Periode Alkitab yang berada dalam rentangan waktu dari tahun 2000 sebelum Masehi hingga tahun 324.
  2. Periode Abad Pertengahan yang berada dalam kurun waktu tahun 324 Masehi hingga tahun 1918
  3. Periode Modern dalam kurun waktu tahun 1918 hingga sekarang[2]

 

Pada periode sekitar 2000 hinga 1000 tahun sebelum Masehi itu merupakan periode awal pada sejarah bangsa ini. Suku keturunan Abraham bermigrasi dari Mesopotamia (Irak) ke tanah Kanaan yang merupakan bagian dari provinsi Mesir[3]. Selanjutnya Yakub bersama dengan 12 anaknya bermigrasi ke Mesir dan menetap di sana lebih dari 400 tahun. Kemudian Musa memimpin bangsa ini kembali ke Kanaan dan selanjutnya Yosua yang memimpin mereka masuk ke Kanaan sebagai tanah perjanjian berdasarkan Kejadian pasal 12 dan pasal 15: 7 dan 18-21. 

Periode 1000 hingga 538 sebelum Masehi ditandai dengan berdirinya kerajaan Israel yang dipimpin oleh Saul, selanjutnya menjadi Israel raya pada masa pemerintahan Daud dan Salomo, dan sesudah pemerintahan Salomo kerajaan ini menjadi terpecah dua sebagai akibat dari tidak terdapat kesesuaian pendapat antara rakyat Israel dengan Rehabeam putra raja Salomo (1 Raj. 12:1-24 dan 2 Taw. 10:1-19)  yaitu kerajaan Utara yang terdiri dari 10 suku berpusat di Samaria dan kerajaan Selatan yang kemudian disebut Yehuda terdiri dari 2 suku berpusat di Yerusalem.

Selanjutnya pada tahun 721 sebelum Masehi kerajaan Israel itu ditaklukkan oleh Asyur dan kerajaan selatan yaitu Yehuda ditaklukkan oleh Nebukadnezar dari Babel pada tahun 586 sebelum masehi, hal ini sesuai pula dengan nubuat nabi Yeremia 25:1-14. Kerajaan Israel dan Yehuda tersebut hancur lenyap, namun demikian perlu diperhatikan bahwa hancurnya negara Yahudi tidak berarti Yudaisme juga turut hancur. Merrill C. Tenney mengatakan bahwa “Pada kenyataannya, paham Yudaisme ortodoks justru lahir dan berkembang pada masa pembuangan itu.  Banyak di antara mereka yang dibuang membawa kitab Taurat dan kitab para nabi yang mereka anggap sebagai kitab suci mereka dan meskipun mereka tidak dapat mempersembahkan korban di Bait Suci, namun mereka tetap menyembah Allah[4]. Rupanya kepahitan hidup masa pembuangan itu sembari menjalani pembelajaran berharga dari Allah sendiri, telah menghasilkan pemahaman akan jati diri secara fundamental pada bangsa Yahudi ini

Selanjutnya kerajaan Persia menaklukkan Babel dan dibawah pemerintahan Koresy tawanan yang diangkut ke Babel itu diperbolehkan kembali ke tanah airnya yaitu Yerusalem. Kebijakan ini mencakup pemberian izin bagi banyak orang yang dibawa dalam pembuangan oleh orang Babel untuk kembali ke negeri mereka dan membangun kembali rumah-rumah ibadah mereka, walau demikian izin yang demikian menuntut adanya kesetiaan terhadap kekuasaan Media-Persia sehingga walaupun Israel dikembalikan ke negeri mereka, namun Israel tetap tidak mempunyai raja dan harus tunduk pada imperium Media-Persia[5]

 Selanjutnya Aleksander Agung menaklukkan timur tengah setelah mengalahkan Persia pada tahun 333 sebelum Masehi dan menguasai Israel dan menjadikannya sebagai bagian dari kekaisaran Yunani selama 150 tahun[6]. Kemudian pada kurun waktu tahun 164 hingga tahun 63 sebelum Masehi terbentuklah kerajaan Yahudi Hasmoni yang ditandai dengan kemenangan pasukan Yahudi atas Yunani dan Gary M. Burge mengatakan bahwa kerajaan Yahudi ini terbentuk pertama kali sejak pemerintahan monarkhi masa Perjanjian Lama[7] Tetapi kerajaan tersebut  tidak dapat bertahan lama oleh karena mengalami konflik internal.

Selanjutnya bangsa Romawi yang menaklukkan seluruh daerah di timur tengah sekitar seabad sebelum Yesus lahir (tahun 63 sebelum Masehi) dan setelah kemenangan Pompeyus pada tahun tersebut, maka Roma telah menyatakan Yudea sebagai bagian dari wilayah kekuasaannya dan menganggap Herodes dan para imam berada di bawah pemerintahannya[8]. Tetapi daerah Yudea sebagai salah satu provinsi pada kekaisaran Romawi ini menimbulkan berbagai konflik yang tidak cukup memberikan keadaan yang kondusif bagi pemerintahan Roma. Ada serentetan pemberontakan kaum Yahudi kepada pemerintah Roma yang sudah dimulai pada tahun 66 masehi terjadi di beberapa kota, pasukan Romawi dibantai oleh para pemberontak Yahudi[9]. Akhirnya pada musim semi tahun 70 Jenderal Titus melancarkan serangan besar-besaran atas Yerusalem dan kota itu akhirnya jatuh sepenuhnya dalam kekuasan Roma, tembok kota itu dihancurkan dan pintu gerbangnya di bakar, demikian juga Bait Allah yang dibangun Herodes itu dibakar habis menjadi rata dengan tanah.  

Dalam peristiwa penghancuran Yerusalem ini tergenapi nubuat Yesus dalam Matius 24:1-2, Markus 13:1-2 dan Lukas 21:5-6. Dan walaupun Titus tidak memerintahkan demikian, namun Bait Allah dibakar, rakyat dibantai atau dijual sebagai budak dan seluruh kota diratakan dengan tanah[10]. Sejak peristiwa itu seperti dikemukakan oleh Burge bahwa banyak orang Yahudi yang berpindah dan membentuk komunitas-komunitas Yahudi di seluruh dunia antara lain: Eropah, Afrika Utara, dan berbagai daerah di Timur Tengah[11]. John Walvoord menyebut peristiwa ini sebagai perserakan yang ketiga dan terakhir dan membuktikan kebenaran nubuat Yesus dalam Lukas 21:20-24, peristiwa yang sangat menyedihkan terjadi penganiayaan berat dan pembunuhan pulihan ribu orang Israel[12]. Sejak saat itu kedaulatan Israel di atas tanah Palestina menjadi hilang walaupun Yudaisme masih saja tetap hidup dimana mereka berada sebagai kaum pendatang di negeri yang ada di seluruh dunia.

EKSISTENSI HIBBAT ZION BERDASARKAN MAZMUR 137

Dalam penjelasannya, Marie Claire Barth & B.A. Pareira menjelaskan bahwa Mazmur 137 ini  yang seluruhnya dikutip di atas pasti berasal dari periode sesudah pembuangan dan jemaah yang menyanyikan Mazmur ini pasti mengalami sendiri peristiwa pembuangan itu[13]  Berdasarkan penjelasan latar belakang munculnya Mazmur 137 maka selanjutnya uraian bagian ini hendak mengetengahkan suatu gambaran tentang perkembangan dan dinamika Hibbat Zion  selama kaum Yehuda Israel ada dalam pengalaman pahit selama beberapa dekade sejarah hingga pada saat berdirinya negara Israel di Palestina 14 Mei tahun 1948.

Kecintaan terhadap Sion atau Yerusalem merupakan pokok yang perlu ditelusuri mengingat bahwa dalam Mazmur 137 ini seperti dikemukakan oleh MC. Barth mengandung ungkapan cinta yang luar biasa besar dan kuatnya terhadap Yerusalem, bahkan melebihi kandungan Mazmur pasal 84 dan 122 yang juga mengungkapkan kecintaan kaum Yahudi terhadap Bait Allah[14]

“Di tepi sugai-sungai Babel di sanalah kita duduk sambil menangis apabila kita mengingat Sion” (ayat 1).  Nyanyian ini mengungkapkan bahwa di dalam penderitaan yang mendalam suku Yehuda yang berada di pembuangan Babel, persisnya di tepi sungai Kebar yang dekat dengan pemukiman orang Yahudi di Babel seperti dikemukakan dalam Yehezkel 1:1 dan pasal 3:15 bahkan Yehezkiel sendiri pernah berada bersama dengan orang buangan di tepi sungai itu selama tujuh hari, dan selanjutnya menerima penglihatan-penglihatan berkenan dengan panggilannya sebagai penjaga Israel untuk bangsanya di pembuangan itu.  Biasanya kecapi itu dimainkan dengan penuh sukacita, akan tetapi dalam syair ini kecapi itu justru digantung di dahan pohon-pohon gandarusa sejenis pohon yang tumbuh di rawa-rawa pinggir sungai (ayat 2). Tekanan utama ayat ini adalah suasana sedih, menangis, merenung ketika orang-orang Yehuda teringat kembali kepada  Sion.

Pada syair ini ingatan terhadap orang-orang Babel yang melukai hati dan perasaan para buangan itu dihidupkan kembali dan bisa saja pemazmur bertujuan supaya ingatan terhadap hal ini dapat hidup sepanjang sejarah, dengan tujuan supaya Israel tidak mengulangi perbuatan-perbuatan yang membuat Allah murka terhadap mereka. Para penawan yang menyiksa mereka itu meminta supaya  mereka dapat memperdengarkan nyanyian Sion, bukan kerena mereka merindukan dan menginginkan nyanyian itu, tetapi mengejek, dan hanya menambah kepedihan supaya kaum Yahudi semakin merasa terpuruk karena mereka jauh dari tanah leluhur mereka. Jadi hal itu dapat dikategorikan juga sebagai penyiksaan mental yang dialami oleh umat Yahudi di pembuangan itu.

Dalam Kitab Mazmur terdapat beberapa pasal yang khusus menjadi nyanyian Sion seperti pasal 46:1-12 suatu nyanyian yang memuji kota Allah yaitu Yerusalem, Allah berada di kota itu, melindungi umatNya dan menolong mereka dalam peperangan, pasal 48 yang juga mengungkapkan keluhuran dan kebesaran Allah di Sion sebab Ia telah memperkenalkan diriNya sebagai benteng yang teguh bagi umatNya. Selanjutnya pasal 122 ini mengungkapkan sentralitas Yerusalem sebagai tumpuan umat untuk berziarah dan tempat mengharapkan akan datangnya kesejahteraan bagi umat Tuhan.  Nyanyian ziarah Daud ini mengandung suatu keyaknan bahwa Yerusalem dan Bait Allah merupakan tumpuan harapan semua orang mendapatkan berkat-berkat kedamaian, keadilan  dan kesejahteraan. Inilah sebabnya mengapa suku-suku Israel selalu merindukan Sion, kota Allah yang kudus dengan Bait Allahnya yang megah dan diimani sebagai faktor menerima berkat keadilan, kesejahteraan, keluhuran dan kebesaran di masa kini dan akan datang.

Di abad-abad kemudian sesudah peristiwa sejarah dalam Perjanjian Lama, kita dapat menemukan bahwa nampaknya Hibbat Zion  ini dapat mencerminkan sebuah kesetiaan yang berlangsung sepanjang dinamika sejarah atau dapat disebut sebagai kesetiaan dari waktu ke waktu yang tidak pernah habis dan berhenti.. Hibbat Zion tidak berhenti hanya pada masa Perjanjian Lama, tetapi berlanjut terus dalam kehidupan bangsa ini, bahkan ketika mereka sudah tidak punya tanah air lagi dan berada sebagai perantau di negeri orang. Hibbat Zion  akan terus hidup dan berkumandang selama hayat dikandung badan pada orang Israel atau selagi mereka ada maka filosofi ini akan senantiasa ada. Penderitaan dan tekanan yang mereka alami tidak dapat mengubur kecintaan mereka terhadap Sion kota Allah.

 Israel ditindas di berbagai negara, terutama di masa kekuasaan Nazi Jerman oleh Hitler, namun mereka tetap tidak lenyap. Gerakan Hibbat Zion pad awal tahun 1860 tidak terlepas dari kondisi ini. Prof Jacob Katz mengatakan bahwa gerakan Hibbat Zion lahir ketika perkembangan yang terjadi di negara-negara Eropah Timur memaksa sejumlah besar orang Yahudi beremigrasi atau terpaksa meningkatkan kegiatan sosial dan politiknya. Pada waktu yang sama juga para tokoh penganjur gerakan pencerahan (Haskalah) menjadi ragu dengan apa yang selama ini mereka percayai bahwa terdapat kemungkinan terjadinya asimilasi bangsa Yahudi dengan bangsa-bangsa Eropah dan mereka juga kecewa dengan perjuangannya untuk mendapatkan persamaan hak bagi bangsa Yahudi[15].

Bila asimilasi yang diharapkan  itu terjadi maka dapat dibayangkan bahwa Israel tidak jadi mendirikan negaranya dan punya tanah air di Palestina. Justru tekanan dan penderitaan yang mereka alami itu menjadi pemicu yang positif bagi perkembangan kerinduan umat Israel di seluruh wilayah Eropah bagi terwujudnya tanah air mereka dan sekaligus kerinduan untuk kembali di Palestina. Hingga pada titik ini dapat dikatakan bahwa gerakan Hibbat Zion telah menjadi inti gerakan yang kemudian meluas dan sangat berpengaruh yang disebut Zianisme. Gerakan ini tidak selalu mendapat tanggapan positif terutama oleh banyak saudara orang Israel di Palestina yaitu orang-orang Arab, tetapi keberhasilan zionisme seara positif dapat dilihat ketika telah terbentuk negara Israel dan menjadi sebuah bangsa sama seperti bangsa-bangsa lain yang ada di dunia ini

Apakah Tuhan Allah telah menanamkan suatu kerinduan yang demikian dalam batin setiap orang Yahudi dimana saja? Mazmur 84:3 mengatakan “Jiwaku rindu karena merindukan pelataran-pelataran Tuhan, hatiku dan dagingku bersorak-sorai kepada Allah yang hidup” dan Mazmur 42:3 mengatakan “Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah?” Nampaknya perasan rindu kepada rumah/Bait Allah ini menyatu secara dinamis dengan kerinduan akan Allah, karena nyanyian-nyanyian tentang Sion itu berintikan pada kerinduan kepada Allah sendiri, dan itulah yang penulis dapat lihat serta rasakan getarannya pada kedua nats Mazmur di atas.

KONTRIBUSI HIBBAT ZION BAGI KEKERISTENAN

DI INDONESIA

 

Akumulasi dari pengalaman sejarah sebagai yang ditindas menghasilkan  pengalaman-pengalaman yang posisitif dan negatif yaitu bertahan, gigih dan ulet hingga berhasil, tetapi yang satu lagi kendati tidak diinginkan yaitu perasaan dan tindakan marah dan tidak segan-segan untuk membunuh,  dan sayang sekali bahwa saudara sepepunya yaitu orang Arab di Palestina yang menjadi sasaran kemarahannya itu. Hal ini yang dikritik oleh Prof. Gary M. Burge yang sesungguhnya membayangkan dan menghendaki agar Israel dan orang Arab dapat hidup berdampingan dalam satu tanah air yaitu Palestina[16] atas dasar bahwa pemilik tanah Palestina sesungguhnya adalah Allah sendiri, dan bila tesis ini dituruti, maka tanah Palestina merupakan milik semua orang di dunia, semua orang di dunia berhak tinggal di situ.

Sekalipun tesis ini dibuat sebagai hasil review menyeluruh atas konsep teologis yang terkandung dalam perjanjian Allah, namun menurut penulis sebuah ide yang dipertimbangkan telah muncul untuk menemukan titik pertemuan damai antara bangsa yang sedang berkonflik di Palestina.  Tanah dan air adalah mutlak milik Allah, bukan hanya tanah Palestina tetapi tanah dan air dimanapun yang terletak di muka bumi ini merupakan milik Allah, termasuk tanah air kita Indonesia sehingga semua orang juga berhak tinggal dan berada di Indonesia sama seperti semua orang berhak tinggal di Palestina

Kandungan misi kontemporer dalam gerakan Hibbat Zion  terletak dalam terwujudnya kesatuan Israel di seluruh dunia dan kembali memiliki tanah air tempat hidup bernegara dan berbangsa, sebagaimana telah dikemukakan pada pembahasan sebelumnya bahwa hal itu terwujud berkat suatu gerakan yang mengakar pada kecintaan akan Sion kota Allah, dan seungguhnya, cinta akan Sion itu sendiri mengalir dari hati Allah yang tertanam dalam lubuk hati umat pilihanNya dari waktu ke waktu.

Kontribusi Misi kontemporer Hiibbat Zion  bertolak dari suatu penilaian dan pemaknaan obyektif atas gerakan ini pada konteks historisnya. Dengan mengutip kembali sebuah pandangan holistik yang sudah teruji pada gagasan Prof. Jacob Katz yang mengatakan bahwa bangsa Yahudi merupakan kelompok yang lebih siap untuk membentuk gerakan nasional dibanding kelompok etnis lain di Eropah. Sebelum kesadaran ini bisa menjadi sebuah unsur nasionalisme modern, untuk pertama kali harus melampaui sejumlah tahap transformasi tertentu. Melalui cara yang sama, semua bangsa juga harus mengalami perubahan yang mendasar dalam perilakunya sebelum mereka mmapu memunculkan gerakan nasional, bahwa mereka juga harus mengangkat simbul-simbol etnisnya ke puncak nilai[17].  Itu berarti bahwa gerakan Hibbat Zion telah menjadi motivasi yang mendorong amat kuat bagi mengkristalnya nilai-nilai etnisitas kau Yahudi di seluruh dunia.

Orang Yahudi di seluruh dunia sadar akan keterbatasan mereka sebagai sebuah komunitas yang dapat dibilang minoritas dibanding dengan kelompok lain di Eropah dan dunia Arab pada saat itu. Namun mereka memiliki pengharapan dan semangat berbangsa yang terpuji dan teruji dalam sejarah.  Orang Kristen di Indonesia tidak perlu terpuruk dengan suatu kutub berpikir tertentu yang membuat orang Kristen sebagai kelompok integral pada bangsa ini. Dengan stigma berpikir minoritas yang telah ditiupkan oleh orang-orang yang tidak menyukai kebersamaan dan keharmonisan dalam hidup berbangsa di negara ini, dan meniupkan suatu penilaian yang akan mempengaruhi cara berpikir kita dalam hidup berbangsa dan bernegara yaitu dari segi jumlahnya oarng Kristen hanya kelompok minoritas di negara ini.  Hal itu justru bertolak belakang dengan berpikir secara iman Kristen menurut Alkitab.

Orang Kristen di Indonesia tidak perlu terpuruk dalam berpikir minoritas dan mayoritas. Ini adalah berpikir statistika yang tidak memberi nilai maju dalam pemahaman iman. Alkitab justru memberikan kepada kita suatu model dan prinsip berpikir kualitas seperti telah diajarkan oleh Yesus dalam Matius 5:13-16 bahwa kita adalah garam dan terang dunia yang sangat dibutuhkan oleh dunia dan lingkungan dimana kita berada.  Prinsip berpikir ini akan sangat mempengaruhi pemahaman akan panggilan kita sebagai warga negara, dan sekaligus memberi bobot pada kualitas peran kita sebagai warga bangsa yang dikehendaki oleh Kristus melakukan sesuatu bagi bangsa kita untuk kesejahteraan semua orang.

KESIMPULAN

Hibbat Zion sebagai sebuah gerakan etnisitas yang telah mendunia dan berhasil mencapai sasarannya, sebagaimana telah dikemukakan pada pembahasan sebelumnya bahwa hal itu terwujud berkat suatu gerakan yang mengakar pada kecintaan akan Sion kota Allah, dan seungguhnya, cinta akan Sion itu sendiri mengalir dari hati Allah yang tertanam dalam lubuk hati umat pilihanNya dari waktu ke waktu. Hibat Zion  dapat menjadi inspirasi penting bagi setiap orang Kristen di tengah kehidupan yang memamandang orang Kristen sebagai kaum minoritas agar mereka tidak terpuruk dan bangkit dengan pemahaman iman yang baru dan kompetetif menggapai masa depan yang gemilang di tangan Tuhan. Mazmur 137 memiliki kandungan teologis dan misiologis yang klasik namun up to date itu sebabnya nats ini memiliki spirit kontemporer dalam konteks masa kini.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Barth, Marie Claire & Pareira, BA.   Tafsiran Kitab Mazmur 73-150 Cetakan ke 9  (Jakarta :

            BPK . Gunung Mulia) Tahun  2011

Burge, M,Gary.   Palestina Milik Siapa?  ( Jakarta  : BPK. Gunung Mulia)  Tahun 2010

Hill, Andrew, E & Walton, John H.  Survey Perjanjian Lama,  (Malang : Gandum Mas)

            Tahun 2008

Katz  Jacob & Fiends  Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Zionisme   (Surabaya :

 

Percetakan Progresif) Tahun  1997

 

Tenney, Merril C.   Survey Perjanjian Baru  (Malang : Gandum Mas) Tahun 2001

 

Walvoord, John V.  Penggenapan Nubuat Masa Kini Zaman Akhir  ((Malang :

 

Gandum Mas)  tahun 1996



[1]Jacob Katz & Fiends  Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Zionisme (Surabaya : Percetakan Progresif, 1997) halaman 37

[2]  Gary M. Burge,  Palestina Milik Siapa?  ( Jakarta  : BPK. Gunung Mulia, 2010) halaman 39-77  

[3]  Ibid. Halaman 40  

[4] Merrlill C. Tenney  Survey Perjanjian Baru  (Malang : Gandum Mas, 2001) halaman 26

[5] Andrew E. Hill & John H. Walton, Survey Perjanjian Lama,  (Malang : Gandum Mas, 2008) halaman 64

[6]  Gary M. Burge  halaman 40  

[7]  Ibid. Halaman 40

[8]  Merrill C. Tenney, halaman 51  

[9]  Ibid. Halaman 54

[10]  Ibid. Halaman 54

[11]  Gary M. Burge, halaman 41

[12] John V Walvoord, Penggenapan Nubuat Masa Kini Zaman Akhir  ((Malang : Gandum Mas, 1996) halaman 94-99

[13] Marie Claire Barth & B.A. Pareira  Tafsiran Kitab Mazmur 73-150 Cetakan ke 9 (Jakarta : BPK . Gunung Mulia, 2011) halaman 440

[14] Ibid. Halaman 442  

[15] Jacob Katz halaman 39

[16] Garry M. Burge, halaman 91-96

[17] Jacob Katz, halaman 25

Tidak ada komentar:

Posting Komentar